Jakarta, Remaja sebagai investasi negara memang benar
adanya. Terutama bagi negara seperti Indonesia yang jumlah remaja
mencapai 43,6 juta jiwa (19 persen dari populasi di Indonesia). Meski
demikian, remaja juga memiliki masalah kompleks yang terkait dengan
penyakit, gaya hidup serta gizi yang bisa menurunkan kualitas hidup dan
mempengaruhi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB).
Oleh karena itu, dr Anung Sugihartono M.Kes dari Dirjen
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan mengatakan
untuk menekan AKI dan AKB, pelayanan KB perlu ikut berperan aktif sejak
seseorang berusia remaja. Caranya, dengan memberi pengetahuan pada
remaja tentang kesehatan reproduksi.
Hal itu ia paparkan di
tengah-tengah Rapat Kerja Nasional Program Kependudukan, KB, dan
Pembangunan Keluarga di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu
(12/2/2014).
Pelayanan kesehatan reproduksi sendiri tidak hanya
dijabarkan dalam satu hari saja tapi harus dimulai dari remaja dengan
memberi informasi dan edukasi kesehatan reproduksi, sampai kesehatan
reproduksi pasca persalinan. Meskipun pendidikan reproduksi atau yang
juga dikenal dengan pendidikan seks masih dianggap tabu.
Pada
remaja, jangan tanamkan cara berhubungan seks tapi rasa tanggung jawab.
Bukan pula membahas alat kontrasepsi karena itu sudah termasuk dalam
bahasan kesehatan reproduksinya.
"Jangan jadikan anak sebagai
akibat hubungan seks atau perkawinan tapi anak sebagai salah satu tujuan
hubungan seks di bawah ikatan perkawinan yang sah. Dalam artian, ada
rencana memiliki anak sesuai tatanan yang ada," kata Anung.
Khusus
bagi pasangan suami istri, diharapkan mereka bisa menjadi peserta KB.
Apalagi, untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) biaya layanan KB
sudah dicover oleh pemerintah. "Sudah diberi JKN, kesempatan mendapat
pelayanan KB bermutu sudah ada, tinggal kita tambah dengan pendekatan
optimalisasi dokter dan tenaga medis," ujar Anung.
Diakui Anung
memang tak mudah mengajak masyarakat untuk mengikuti layanan KB sebab
ada beberapa tantangan antara lain minat masyarakat terhadap layanan KB
masih rendah karena masih ada nilai tentang jumlah anak ideal. Kemudian,
kehamilan remaja 15-19 tahun tinggi.
"Padahal penelitian
terakhir kehamilan usia 15-19 selain status gizi ibu buruk, gizi anak
juga buruk. Status gizi ibu di kemudian hari juga buruk makanya banyak
kasus anak tumbuh pendek dan kurus," kata Anung.
Maka dari itu,
dilakukanlah strategi peningkatan pelayanan KB melalui penguatan
komitmen pemangku kepentingan, peningkatan layanan KB di tingkat
provinsi/kabupaten/kota serta menurunkan kelahiran yang tak diinginkan
dengan meningkatkan akses konseling dan program KB pasca persalinan.
Sumber : http://health.detik.com/read/2014/02/12/151654/2494756/764/pendidikan-seks-anak-kemenkes-jangan-ajari-caranya-tapi-tanggung-jawabnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar