Rabu, 20 Agustus 2014

Pendidikan Seks Anak, Kemenkes: Jangan Ajari Caranya, Tapi Tanggung Jawabnya

Jakarta, Remaja sebagai investasi negara memang benar adanya. Terutama bagi negara seperti Indonesia yang jumlah remaja mencapai 43,6 juta jiwa (19 persen dari populasi di Indonesia). Meski demikian, remaja juga memiliki masalah kompleks yang terkait dengan penyakit, gaya hidup serta gizi yang bisa menurunkan kualitas hidup dan mempengaruhi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Oleh karena itu, dr Anung Sugihartono M.Kes dari Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan mengatakan untuk menekan AKI dan AKB, pelayanan KB perlu ikut berperan aktif sejak seseorang berusia remaja. Caranya, dengan memberi pengetahuan pada remaja tentang kesehatan reproduksi.

Hal itu ia paparkan di tengah-tengah Rapat Kerja Nasional Program Kependudukan, KB, dan Pembangunan Keluarga di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (12/2/2014).

Pelayanan kesehatan reproduksi sendiri tidak hanya dijabarkan dalam satu hari saja tapi harus dimulai dari remaja dengan memberi informasi dan edukasi kesehatan reproduksi, sampai kesehatan reproduksi pasca persalinan. Meskipun pendidikan reproduksi atau yang juga dikenal dengan pendidikan seks masih dianggap tabu.

Pada remaja, jangan tanamkan cara berhubungan seks tapi rasa tanggung jawab. Bukan pula membahas alat kontrasepsi karena itu sudah termasuk dalam bahasan kesehatan reproduksinya.

"Jangan jadikan anak sebagai akibat hubungan seks atau perkawinan tapi anak sebagai salah satu tujuan hubungan seks di bawah ikatan perkawinan yang sah. Dalam artian, ada rencana memiliki anak sesuai tatanan yang ada," kata Anung.

Khusus bagi pasangan suami istri, diharapkan mereka bisa menjadi peserta KB. Apalagi, untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) biaya layanan KB sudah dicover oleh pemerintah. "Sudah diberi JKN, kesempatan mendapat pelayanan KB bermutu sudah ada, tinggal kita tambah dengan pendekatan optimalisasi dokter dan tenaga medis," ujar Anung.

Diakui Anung memang tak mudah mengajak masyarakat untuk mengikuti layanan KB sebab ada beberapa tantangan antara lain minat masyarakat terhadap layanan KB masih rendah karena masih ada nilai tentang jumlah anak ideal. Kemudian, kehamilan remaja 15-19 tahun tinggi.

"Padahal penelitian terakhir kehamilan usia 15-19 selain status gizi ibu buruk, gizi anak juga buruk. Status gizi ibu di kemudian hari juga buruk makanya banyak kasus anak tumbuh pendek dan kurus," kata Anung.

Maka dari itu, dilakukanlah strategi peningkatan pelayanan KB melalui penguatan komitmen pemangku kepentingan, peningkatan layanan KB di tingkat provinsi/kabupaten/kota serta menurunkan kelahiran yang tak diinginkan dengan meningkatkan akses konseling dan program KB pasca persalinan.

Sumber : http://health.detik.com/read/2014/02/12/151654/2494756/764/pendidikan-seks-anak-kemenkes-jangan-ajari-caranya-tapi-tanggung-jawabnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar